Selasa, 16 September 2014

TULUNGAGUNG

  • Sejarah adanya kota Tulungagung
Awalnya Tulungagung merupakan daerah kecil yang terletak di pusat kota (alun-alun). Tempat tersebut dinamakan Tulungagung karena merupakan sumber air yang besar – dalam bahasa Kawi. Tulung berarti mata air, dan Agung berarti besar. Daerah yang lebih luas disebut Ngrowo. Nama Ngrowo masih dipakai sampai sekitar awal abad XX, ketika terjadi perpindahan pusat ibukota dari Kalangbret ke Tulungagung.
Pada tahun 1205 M, masyarakat Thani Lawadan di selatan Tulungagung, mendapat penghargaan dari raja Daha terakhir, Kertajaya, atas kesetiaan mereka kepada Raja Kertajaya ketika terjadi serangan musuh dari timur Daha. Penghargaan tersebut tercatat dalam prasasti Lawadan dengan candra sengkala “Sukra Suklapaksa Mangga Siramasa” yang menunjukkan tanggal 18 November 1205 M. Tanggal keluarnya prasasti tersebut akhirnya dijadikan sebagai hari jadi kabupaten Tulungagung sejak tahun 2003.
Di Desa Boyolangu, Kecamatan Boyolangu, terdapat candi Gayatri. Candi ini adalah tempat untuk mencandikan Gayatri (Sri Rajapatni), istri keempat Raja Majapahit yang pertama, Raden Wijaya (Kertarajasa Jayawardhana), dan merupakan ibu dari Ratu Majapahit ketiga, Sri Gitarja (Tribuwhanatunggadewi), sekaligus nenek dari Hayam Wuruk (Rajasanegara), raja yang memerintah kerajaan Majapahit di masa keemasannya. Nama Boyolangu itu sendiri tercantum dalam Kitab Nagarakertagama yang menyebutkan nama Bhayalango (bhaya = bahaya, alang = penghalang) sebagai tempat untuk menyucikan beliau. Berikut ini adalah kutipan Kitab Nagarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia :
Prajnya Paramita Puri itulah nama candi pasareyan yang dibangun. Arca Sri Padukapatni diberkahi oleh Sang Pendeta Jnyanawidi. Telah lanjut usia, paham akan tantra, menghimpun ilmu agama, laksana titisan Empu Barada, menggembirakan hati Sri Paduka. Di Bhayalango akan dibangun pula candi pasareyan Sri Padukapatni. Pendeta Jnyanawidi lagi yang ditugaskan memberkahi tanahnya. Rencananya telah disetujui oleh sang Mahamantri Agung demung. Boja Wisesapura namanya, jika candi sudah sempurna dibangun. Candi pasareyan Sri Padukapatni tersohor sebagai tempat keramat. Tiap bulan Badrapada disekar oleh para Mahamantri Agung dan pendeta. Di tiap daerah rakyat serentak membuat peringatan dan memuja. Itulah sorganya, berkah berputra, bercucu narendra utama.”
  • Hari Jadi Kabupaten Tulungagung
Hari jadi Kabupaten Tulungagung yang diperingati setiap tanggal 1 April termaktub dalam buku “Sejarah dan Babad Tulungagung”. Di dalam buku itu disebutkan bahwa tonggak hari jadi Tulungagung bertepatan dengan tanggal 1 April 1824 Masehi.
Angka tahun 1824 masehi didasarkan pada Candrasengkala Memet yang terdapat pada sepasang Arca Dwarapala yang berada di empat penjuru batas kota Tulungagung. Candra Sengkala tersebut berbunyi “Dwi Rasekso Sinabdo Ratu” yang menunjukkan angka tahun jawa 1752. Dengan berpedoman selisih waktu 72 tahun maka tahun jawa 1752 sama dengan tahun 1824 Masehi. Itu sebabnya sampai dengan tahun 2002 yang lalu kita baru memperingati hari jadi Tulungagung ke-178.
Angka tahun 1824 Masehi juga ditafsirkan sebagai tanda dimulainya pembangunan pusat kota baru yang terletak disebelah timur kali Ngrowo yang sekaligus menandai pusat Kabupaten Ngrowo ke Kabupaten Toeloengagoeng dengan dikeluarkan Besluit Gubernur Hindia Belanda Nomor: 8 tanggal 14 Januari 1901. Itu sebab kita selalu memperingati hari jadi Tulungagung pada tanggal 1 April.
Berdasarkan penafsiran dan keyakinan bahwa tanggal 1 April 1824 sebagai hari jadi Tulungagung, banyak pihak yang ragu dan keberatan. Termasuk juga Panitia Peringatan Hari Jadi Tulungagung yang ke-176 pada tahun 2000 yang merekomendasikan tentang perlunya peninjauan kembali terhadap penanggalan Hari Jadi Tulungagung.
Tanggal 24 Juli 2000 diselenggarakan seminar “Kaji Ulang Hari Jadi Kabupaten Tulungagung” yang dihadiri oleh unsure Eksekutif, Legislatif, Pemerhati Sejarah, Budayawan, Pemuka Masyarakat, dan LSM di Tulungagung. Dan disepakati tentang penelusuran hari jadi dan penulisan ulang sejarah Daerah Tulungagung.
Pada tanggal 9 Oktober 2002 ditetapkan peraturan daerah Kabupaten Tulungagung No :27 Tahun 2002 tentang hari jadi Tulungagung. Pada bab II pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa tanggal 18 Nopember 1205 ditetapkan sebagai hari jadi Tulungagung.
Sejak tahun 2003 hari jadi jadi Tulungagung diperingati setiap tanggal 18 Nopember. Penetapan tanggal ini merupakan hasil penelitian seksama terhadap peninggalan sejarah berupa Prasasti Lawadan yang terletak di sekitar Desa Wates Kecamatan Campurdarat, yang menyatakan “Sukra Suklapaksa Mangga Siramasa” yang artinya Jumat Pahing 18 Nopember 1205.
Prasasti Lawadan dikeluarkan atas perintah Raja Daha terakhir yaitu, Paduka Sri Maharaja Sri Sarwweswara Triwikrama Watara Nindita Srengga Lancana Digjaya Tungga Dewanama yang lebih dikenal dengan Sri Kertajaya atau Raja Kertajaya.
Pada prasasti itu dijelaskan tentang anugrah Raja Kertajaya berupa pembebasan dari berbagai pungutan pajak dan penerimaan berbagai hak istimewa kepada Dwan Ri Lawadan Tken Wisaya, atau dikenal dalam cerita sebagai Dandang Gendhis.
Alasan dipilihnya Prasasti Lawadan sebagai tonggak sejarah berdirinya Kabupaten Tulungagung dan menggantikan Besluit Gubernur Jendral Hindia-Belanda Nomor : 8 tahun 1901 adalah karena prasasti Lawadan memenuhi 9 kriteria dari 13 kriteria yang digunakan untuk menetapkan hari jadi suatu daerah.
Dengan demikian, sejak tahun 2003 kita memperingati hari jadi Kabupaten Tulungagung setiap tanggal 18 Nopember.


=> Letak Geografi
Batas-batas wilayah Kabupaten Tulungagung yaitu sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kediri, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Blitar, sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Trenggalek. Kabupaten Tulungagung terletak 154 km barat daya Kota Surabaya, ibu kota provinsi Jawa Timur.
Secara geografis terletak antara 1110 43`- 1120 07` BB dan 70 51` - 80 18` LS. Secara topografi terletak pada ketinggian 85 m di atas permukaan laut. Luas Kabupaten Tulungagung 1.046.257 Km2 atau 2,2 % luas Propinsi Jawa Timur. Sebelah barat laut berupa pegunungan Wilis-Limandan juga terdapat Gunung Wilis sebagi titik tertinggi di Tulungagung. Bagian tengah adalah dataran rendah yang juga terdapat Kali Ngrowo yang merupakan anak Kali Brantas, bagian selatan adalah pegunungan yang masih rangkaian dari Pegunungan Kidul.

=> Pemerintahan Kota Tulungagung
Kabupaten Tulungagung beribukota di Kecamatan Tulungagung. Kabupaten Tulungagung terbagi dalam 19 Kecamatan, 257 Desa dan 14 Kelurahan. Dengan Kecamatan yang mempunyai jumlah desa terbanyak adalah Kecamatan Gondang yaitu sebanyak 20 desa dan yang mempunyai jumlah desa paling sedikit adalah Kecamatan Tanggunggunung yaitu sebanyak 7 desa.
Kecamatan di Tulungagung, yaitu :

· Bandung
· Besuki
· Boyolangu
· Campurdarat
· Gondang
· Kalidawir
· Karangrejo
· Sumbergempol
· Tanggunggunung
· Tulungagung
· Kauman
· Kedungwaru
· Ngantru
· Ngunut
· Pagerwojo
· Pakel
· Pucanglaban
· Rejotangan
· Sendang (Umah gue, uda ngunung, ndeso “Kecuali gue” xixixxi…)
Dibawah kepemimpinan Heru Tjahjono dan wakilnya Mohammad Athiyah sejak tahun 2003.

Nama-nama Bupati Tulungagung
---------------- : Kayingabehi Mangoendirono
---------------- : R. Ng. Mangoen Koesoemo/ Tondowidjojo
---------------- : B.M. Mangoennegoro
1824- 1830 : R.M.T. Pringgodiningrat
1831- 1855 : R.M.T. Djajadningrat
1856- 1864 : R.M.A. Soemodiningrat
1864- 1865 : R.T. Djojoatmodjo
1865- 1879 : R.M.T. Gondokoesoemo
1879- 1882 : R.T. Soemodirjo
1882- 1895 : R.M.T. Pringgokoesoemo
1895- 1902 : R.T. Partowidjojo
1902- 1907 : R.T. Tjokro Adinegoro
1907- 1943 : R.P.A. Sosrodiningrat
1943- 1945 : R. Djanoe Ismadi
1945- 1947 : R. Moedajat
1947- 1950 : R. Mochtar Praboe Mangkoenegoro
1951- 1958 : R. Maestopo
1958- 1959 : S. Dwidjo Soeparto (KDH. Swantara TK II)
1958- 1959 : Kasran Moch. Doerjat ( Bupati Tulungagung)
1959- 1960 : R. Soerjokoesmo
1960- 1966 : M. Poegoeh Tjokrosoemarto
1966- 1968 : R. Soendarto
1968- 1973 : Letkol ( U ) R Soenardi
1973- 1978 : Letkol ( Inf ) Martawi Soeroso
1978- 1983 : Singgih
1983- 1988 : Drs. Moch Poernanto
1988- 1998 : Drs. Jaefoedin Said
1998- 2004 : Drs. H. A. Boedi Soesetyo, MM
2004- …      : Ir. Heru Tjahjono, MM

=> Industri Unggulan Kota Tulungagung
Tulungagung terkenal sebagai salah satu penghasil marmer terbesar di Indonesia, yang bersumber di bagian selatan Tulungagung, utamanya di Kecamatan Campurdarat. Selain industri marmer, juga ada industri kecil dan menengah yang kebanyakan memproduksi alat-alat rumah tangga. Di Kecamatan Ngunut terdapat industri makanan ringan seperti kacang atom dan tenun perlengkapan militer Juga kerajinan batik di Majan dan Kauman.

=> Seni dan Budaya Kota Tulungagung
Potensi budaya Kota Tulungagung
  • Kentrung
Merupakan cerita tutur khas yang dimainkan oleh dua orang yang terdiri dari dalang merangkap instrumen kendang dan pengawit merangkap pendukung dalang memainkan instrumen ketipung dan terbang( rebana ). Contoh kentrung yang masih eksis saat ini adalah Kentrung Jaimah di Desa Batangsaren, Kauman.
  • Tayub/ Lelangen Beksa
Berpotensi sebagai sarana pergaulan yang merakyat dan aktual. Terdapat nilai adiluhung “tata karma” dalam pergaulan masyarakat Jawa.
  • Reyog
Merupakan kesenian tradisional khas Tulungagung. Berlatar belakang legenda dari kerjaan Kediri yang menggambarkan prajurit yang sedang mengiringi Prabu Jotosuro untuk melamar Dewi Kilisuci. Pemain terdiri dari 6 orang dengan iringan musik tradisi seperti dodog, kenong, laras, gong, dan selompret.
  • Wayang Jemblung
Memuat kisah Walisanga dalam penyebaran agama islam di Jawa. Wayang terbuat dari kulit dengan motif campuran Wayang Purwa dan Wayang Krucil.
  • Labuh Sembonyo
Diyakini masyarakat sebagai wahana “asok glondhong pengareng-areng” terhadap Ratu kidul
  • Suro Wekasan
Upacara laku yang dilaksanakan masyarakat Wajak yaitu menelusuri Candi Dadi berdoa untuk keselamatan diri, lingkungan sampai keselamatan bangsa dan Negara. Dilaksanakan akhir bulan Suro oleh semua pemeluk agama.
  • Upacara Jamasan Kyai Upas
Upacara memandikan pusaka Kyai Upas sebagai lambang kebesaran. Dimandikan setiap tahun pada hari Jumat Legi bulan Suro (Muharam) dan secara sakral.
=> Pariwisata di Kota Tulungagung
Industri pariwisata alam di Tulungagung cukup berkembang dengan objek wisata andalan Pantai Popoh yang terletak di Kecamatan Besuki. Selain Pantai Popoh, juga ada Pantai Sidem, Pantai Brumbun, Pantai Sine, Pantai Molang, Pantai Klatak, Pantai Gerangan dan Pantai Dlodo.
Objek wisata alam lain, diantaranya Air terjun Lawean di kecamatan Sendang, Coban alam di Kecamatan Campurdarat, Gua Selomangleng di Kecamatan Boyolangu, serta Gua Pasir di Kecamatan Sumbergempol. Di utara Tulungagung, terdapat wisata Pesanggrahan Argo Wilis, Perkebunan Teh Penampen, serta Waduk Wonorejo.
Museum daerah Kabupaten Tulungagung yang terletak di jalan Raya Boyolangu dan juga beberapa candi seperti Candi Gayatri yang berada di desa Boyolangu, Candi Penampehan di Dusun Turi, Sendang dan juga Cnadi Sanggrahan yang terletak di desa Sanggrahan, Kecamatan Boyolangu.

=> Tulungagung dengan moto Ingandaya
Tulungagung yang dikenal dengan Kota Ingandaya ( industri, pangan, dan budaya ) memang memiliki berbagai macam hasil industri maupun pariwisata yang patut dibanggakan. Seperti sudah dijelaskan dalam uraian diatas, bahwa berbagi macam industri yang dihasilkan oleh berbagai daerah cukup variatif.
Selain dari sisi industri, dari segi budaya juga tidak kalah menarik. Berbagai upacara adat seperti manten kucing atau upacara Jamasan Kyai Upas masih tetap dilakukan sampai saat ini. Selain itu juga ada berbagai makanan maupun jajanan khas dari Tulungagung seperti nasi lodho, pecel, cenil, gethuk, jenang sabun, dan kopi cethe.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kota Tulungagung ini memiliki banyak sumber daya baik itu industri, pangan maupun budaya. Dan kita sebagai warga / generasi penerus budaya tersebut seharusnya bangga dan dapat melestarikannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar